BUTIR-BUTIR HARAPAN DI AWAL ZIARAH (1)

Laporan Perjalanan Rm. Nani (1)

Ziarah perjalanan saya secara fisik dimulai pada Selasa 4 Februari lalu. Saya harus ke Jakarta untuk memenuhi urusan di kantor imigrasi dan kedutaan Italia.

“Bapa Romo nanti lewat Ende saja,” kata Rm. Hardin yang membantu mengurus tiket. Saya mengangguk saja. Padahal sebelumnya, saya percaya, lewat Soa pun tidak apa-apa. Rencananya memang begitu. Namun, Rm. Hardin tiba-tiba berpikiran lain. Saya diatur lewat Ende.

Minggu sore, 2 Februari, tanpa sengaja saya bertemu Romo Yance Sengga di depan kamar. “Saya besok mau ke Ende, dan tanggal 4 ke Jakarta,” katanya. “Saya minta numpang ke Ende Yance. Saya mau ke Jakarta,” jawab saya berapi-api. Puji Tuhan. Saya tidak sendirian. Rm. Yance itu pimpinan Pondok Bina Olangari, Ende. Saya numpang kendaraannya sekaligus nginap di Olangari.

Tanggal 4 terbang ke Jakarta bersama Rm. Yance. Tiba di Bandara Soekarno-Hatta jam 4.00 sore, lalu dengan Grab ke Matraman Raya no.125, alamat Komunitas Soverdi, Jakarta. Semuanya diurus Rm. Yance yang sudah terus-menerus ke Jakarta, karena dia anggota Komisi Liturgi KWI.

Hujan lebat, dan kemacetan menghalangi laju perjalanan kami. Waktu tempuh jadi panjang sekali. Kami masuk malam. Soverdi di Jln. Matraman Raya sudah berbeda sekali. Untung Romo Yance pernah tinggal lebih dari satu bulan beberapa tahun lalu di Soverdi, sebelum dia ke Italia. Di antara pohon-pohon di Matraman Jakarta, dia tahu di mana Soverdi itu, dan memandu sopir Grab ke tempat tujuan. Puji Tuhan, tiba dengan selamat. Yance sendiri melanjutkan perjalanan ke Wisma KWI.

Seandainya saya terbang lewat Soa, saya akan tiba di bandara jam 20.00 malam dan saya tidak bisa bayangkan, saya akan berada sendirian tengah malam di rimba Jakarta bersama sopir grab yang tidak saya kenal. Pasti mencemaskan dan melelahkan sekali. Itu pengalaman pertama yang menyalakan harapan bahwa saya ditemani.

Keesokan harinya, saya harus ke kantor imigrasi. P. Eko menemani saya. Semuanya berjalan lancar. Hari berikutnya, Mas Fandy menemani saya dan Pater Aurel Pati Soge, SVD, ke kedutaan Italia. Segala sesuatu berjalan lancar di atas permukaan. Apa yang terjadi di bawah permukaan?

Belakangan saya tahu, kedutaan Italia sebetulnya menjadwalkan urusan biometrik untuk saya, P. Aurel dan Br. Gabriel satu minggu setelah program tersiat berlangsung. Itu berarti kami terlambat dan ada kemungkinan tidak bisa mengikutinya. P. Eko menelpon Mgr. Budi untuk meminta bantuan Nuntius. Mgr. Budi memenuhi permintaan P. Eko. Jadilah, penjadwalan dimajukan ke 6 Februari. Urusan di kantor lancar, dan berlangsung singkat. Visa masuk Italia bisa diperoleh dalam waktu singkat. Ini pasti karena campur tangan Nuntius yang sudah ditelpon uskup kita.

Sayang, Br. Gaby Ganor, salah seorang peserta dari Indonesia, tidak mengurus visanya. Berarti dia batal. Hanya saya dan P. Aurel dari Indonesia yang ikut serta program tersiat ini.

Tersiat adalah program khusus pada biara-biara untuk menyegarkan kembali semangat keserikatan. Di kalangan Jesuit, program ini disebut juga schola affectus – sekolah hati. Maksudnya, hati disegarkan kembali melalui pendalaman spiritualitas sehingga terjadi pembaharuan.

Malam hari, 6 Februari, saya mendengar berita mengenai angin kencang di Labuan Bajo. Saya tidur dengan perasaan tidak nyaman sambil berdoa semoga perjalanan pulang ke Flores aman.

Saat boarding jam 9.00 keesokan harinya saya mendapat kabar bahwa Labuan Bajo cerah. Puji Tuhan. Sore harinya, ketika hendak boarding di Labuan Bajo menuju Bajawa jumlah penumpang banyak. Ternyata, sebagian penumpang itu dibatalkan keberangkatannya ke Bajawa sejak 5 Februari karena cuaca buruk. Saya mujur. Saya memilih tanggal kembali lewat Bandara Soa pada 7 Februari, hari dimana Bandara Soa dibuka kembali.

Angin tidak terasa di bandara, tapi keluar dari bandara angin kencang, dan tanaman jagung di kiri-kanan jalan rebah. Keesokan harinya, 8 Februari, pelatihan menulis dibuka di aula SMA Seminari di tengah  cuaca yang tidak bersahabat dan listrik yang tidak stabil. Ada pohon yang tumbang dan ada seng yang jatuh diterpa angin. Toh pelatihan berjalan lancar. Koran “Kompas” berhasil terbit. Puji Tuhan.

  • Related Posts

    MALAM PERTAMA BERSAMA PARA MISIONARIS

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (11) Pesawat ITA-Airlines menerbangkan kami dari Roma ke Amsterdam. Saya bertualang di sebuah dunia yang baru. Saya bersyukur ditemani Pater Aurel Pati Soge, SVD sealama perjalanan…

    BUTIR-BUTIR HARAPAN DI AWAL ZIARAH (3)

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (3)   Wisma Soverdi Jakarta sudah berubah wajah. Gedung tua sebelumnya didirikan sejak tahun 1950-an dan bertahan terus sampai tahun 2007. “Gedung tahun 1950-an memang didirikan…