PROYEK KERAJINAN BAMBU: YANG TERBUANG MENJADI UANG

St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko

Kurikulum Merdeka dengan proyek-pro­yek yang me­ngesankan membuat pem­belajaran menjadi semakin seru. Salah satu tantangan yang dihadapi melalui pembelajaran proyek adalah  memanfaatkan yang terbuang di lingkungan sekitar menjadi uang.

SMA Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu  menjadi salah satu da­­­­ri sekian banyak seko­­­­lah yang menjalani Ku­rikulum Merdeka Be­­lajar. Kurikulum ter­se­but dijalani  oleh sis­wa ke­­­las X sedangkan sis­wa kelas XI dan XII te­tap melaksanakan kuriku­lum 2013. 

Hal baru dalam kurikulum ini adalah mewa­jibkan sis­­­­­­­­­­­­­­­­­­­wa un­tuk me­nye­le­sai­kan pro­yek yang ditetapkan bersama dalam sekolah. Salah satu pro­yek yang disepakati di sekolah ini yaitu  ke­wi­­ra­usa­haan yang ber­tema­kan ‘ya­ng terbu­ang men­­­­­­­­­ja­di ua­­ng’.  Tujuan pro­­­­­yek ini ada­­­­­­­­­­lah, siswa harus bi­­sa meng­­hasilkan se­su­atu yang bernilai jual  dan berku­alitas, mi­­­sal­nya dari lim­bah bam­­bu.

Peran Kampus Bambu

Agar bisa menghasil­kan produk yang berku­alitas maka seminaris ber­­­sama para pendam­ping proyek ini, yaitu The­­resia Emilia Wo­ghe, S.Pd, Rm. Drs. Sil­vinus Fe, Pr, S.Pd, FX Lin­­dawati, M.Pd, Do­mi­nikus Damu, S.Pd, dan Rm. Yustinus Oc­ta­vian­ney Dua, M.Th, berkunjung ke Ka­­m­­­­­pus Desa Bam­­bu Ag­­­­­­­­­rofes­tari. Kampus tersebut ter­letak di dae­­­­rah Tu­­re­to­go, Desa Ra­­­­­­­­to­­­­­gesa, ke­­­­­ca­ma­tan Go­­­­­­­­­­­­­­­lewa, Ka­bu­paten Nga­­­­­­­­da., Flores.

 Kam­­­­pus Ba­m­­bu ini per­tama kali dire­s­­­mi­kan oleh Guber­nur NTT Vic­­­­­­­tor Bung­tilu Lais­kodat pada hari Se­­­nin (24/5/2021) pagi. Kampus ini berada di ba­­wah  naungan Yayas­an Bam­bu Les­­­tari (YBL) yang di­dirikan oleh Linda Ga­­r­­land pada ta­hun 1993 se­bagai orga­ni­sasi nir­­­­laba.

Kehadir­an Kam­­­­­­­­­pus Bam­bu ini un­tuk me­ng­kampanye­kan dan me­man­faatkan bam­bu se­bagai solusi eko­nomi dan ekologi ba­gi mas­­­­yarakat pede­sa­an di In­­­­do­­­nesia. Kam­­pus Bam­bu juga menerima dan men­­di­dik siapa pun yang mau be­lajar ke tempat ini, ter­masuk para siswa da­­ri Se­m­inari.

 Pada 21 Januari 2023, ke­­­­las XC ber­kunjung ke Kampus Bambu un­tuk belajar membuat ke­ra­jinan dari limbah bam­bu dalam rangka me­lak­sa­na­­­kan proyek kewira­usa­­haan yang te­lah di­rancangkan.

 “Awal targetnya ada­lah pengolahan bebera­pa jenis sampah men­jadi pro­­­­­­duk kerajinan yang berkualitas. Na­mun da­lam perjalanan, di­putus­kan mengolah limbah bam­bu yang  cukup banyak tersedia di sekitar kita. Di daerah ki­­­­­­­ta juga ada Kampus Bambu yang ten­­­tunya sangat mem­ban­tu pelak­sana­an pro­yek ini,” jelas Rm. Silvinus Fe, Pr, salah seorang pendamping proyek ini.

Kampus bambu sen­diri terbuka mene­rima sis­­wa seminari yang da­tang ke sana. “Saya me­rasa gembira karena ke­da­tangan Seminari ke sini.” Ucap Stefanus Ra­si atau kerap disapa om Ep­hend saat diwa­wan­carai, Rabu (15/2/2023).  Om Ephend adalah salah seorang pengrajin bambu sekaligus pengemudi di Kampung Bambu.

Proses dan Produk

Para semina­ris dibagi da­lam 6 kelompok. Se­ti­ap dua kelompok didam­pi­ngi  satu pengrajin da­ri Ka­m­­­­pus Bambu. Tiap ke­lo­­­­­­mpok boleh memi­lih pro­­duk yang ingin diha­­­sil­kan. Para pen­dam­­­­­ping  men­gajarkan seminaris untuk mulai dengan me­milah bambu yang baik juga proses pem­buatan­nya.

 Selama berlatih, para se­mi­­­naris antusias dan bertekun dalam kegiatannya. Kam­pus Bambu te­lah mem­­be­ri­­kan sema­ngat untuk be­­lajar sesuatu yang ba­ru dan mampu membuat pa­ra seminaris merasa gem­­bira.

 “Awalnya mereka ku­rang mengenal pro­ses pembuatannya. Na­mun setelah berproses se­ma­ngat mulai muncul dan mereka mulai berk­rea­tivitas. Terbukti dengan de­­sain baru dari produk yang dihasilkan. Me­mang beberapa sis­wa ter­lihat kurang displin. Mun­­­gkin ini bukan bi­dangnya. Tapi saya ya­kin bahwa mereka bisa menggunakan ke­teram­pi­lan ini di masa depan me­reka dan saya ber­harap agar kerja sama ini bisa berlanjut dan se­ma­kin banyak orang yang mau memerhatikan bam­bu secara khusus,” kata Om Ephend.

Para siswa mempu­nyai semangat belajar ting­­­­­­­gi. Hasilnya pun memuaskan. Produk yang dihasilkan antara lain, kerajinan lampu hias, mok atau gelas bambu, replika kapal Finisi, dan replika helikopter.

Om Ephend dan seorang pendamping lain dari Kampus Bambu memuji hasil kerja para seminaris. “Kami tidak menyangka, produknya bagus sekali. Seminaris mempunyai kreativitas yang tinggi,” puji Om Ephend.

Se­mi­naris sendiri ba­ha­gia saat belajar ber­sama para pen­dam­ping di kampus bambu. “Ke­giatannya berman­faat, sa­ngat se­­ru serta me­­­­­­nambah wa­wasan te­ru­­­tama da­lam pe­­­­­­­­­m­an­faatan lim­bah ba­m­­­­­­­bu,” ucap Erton Wo­­da siswa kelas XC.

Produk-produk seminaris sendiri dipajangkan di Kampus Bambu. Beberapanya laku terjual. Para seminaris mengalami bahwa yang terbuang ternyata bisa menghasilkan uang. Proyek ini membantu pengem­bangan krea­ti­vi­tas dan jiwa kewirausahaan seminaris.

Refleksi

Proyek ini tidak hanya mengasah kreativitas dan jiwa kewirausahaan. Banyak sekali nilai yang dipelajari. Dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai pihak. Karena itu seminaris perlu memiliki keterbukaan. Dibutuhkan kerelaan mendengar dan kerelaan berbagi. Seminaris harus mendengarkan pembimbing yang memberikan pengarahan, dan mau menolong teman yang mengalami kesusahan saat berproses. Juga dibutuhkan ketelitian dalam mengerjakan produk yang dibuat agar mendapat hasil yang maksimal dan memuaskan.

Akhirnya, proyek ini meyakinkan kami bahwa apa yang tampaknya terbuang dan tak berarti dapat menjadi sangat berguna, karena hal-hal itu bisa mengungkapkan kedalaman kreativitas dan jiwa kami.

Alino Tolla

Siswa Kelas X SMA Seminari Todabelu, Mataloko