VULTURE

Laporan Perjalanan Rm. Nani (40)

Seorang gadis kecil dari Sudan yang kelaparan tertelungkup jatuh tanpa tenaga lagi. Dia sudah berhari-hari tidak makan dan sedang berusaha ke pos makanan terdekat. Apa daya, dia tidak punya tenaga lagi.

Di belakangnya, seekor burung vulture, burung bangkai yang ganas, menunggu dengan sabar untuk menyantap tubuh hitam yang kurus kering tak berdaya itu.

Momen itu diabadikan Kevin Carter, seorang jurnalis foto dari Afrika Selatan. Foto itu muncul pertama kali dalam majalah The New York Times tahun 1993, dan memenangi Pulitzer Prize.

Saat sedang merayakan kemenangan, seseorang menelpon dia dan bertanya, ada berapa burung vulture? “Satu ekor kan,” jawabnya. “Tidak. Ada dua ekor. Burung vulture yang kedua adalah Anda,” kata penelpon itu. Tiga bulan kemudian Kevin Carter bunuh diri.

Fakta ini dikisahkan lagi kepada kami semua oleh P. Stanis Lazar, SVD, seorang ahli misiologi dari India, Kamis (24/4/2025).

Salah satu tafsiran dari foto itu adalah matinya hati Nurani. Di hadapan tragedi kemanusiaan yang begitu besar, dimana semua orang normal akan tergerak untuk membantu, jurnalis foto ini bukan hanya tidak peduli, tapi malah mengambil untung.

Kisah ini hanya satu dari sekian banyak ilham yang mengajak peserta merefleksikan ulang misi itu sendiri. “I am the mission”. Saya, seluruh hidup dan cara beradaku adalah misi itu sendiri.

Tahun 1993 saat Kevin Carter memotret tragedi kemanusiaan dan mengabaikan aksi nyata tindakan kemanusiaan, dunia marah. Tindakan bunuh diri yang dilakukan Carter ‘diterima’ sebagai akibat rasa bersalah.

Saat ini, tindakan seperti yang dilakukan Carter itu  jadi biasa. Bahkan lebih dari itu. Kekerasan ada di mana-mana. Dan banyak sekali burung bangkai yang mengambil untung. Burung-burung itu memakan bangkai dengan berbagai cara: dengan cakarnya, paruhnya, juga TikTok.

Asal bisa mendapatkan keuntungan, kepekaan hati nurani dikesampingkan dulu. Penderitaan orang, kedukaan, bisa dijadikan konten.

“Kalau itu dilakukan seorang biarawan/i, atau seorang imam, sering kerusakan yang ditimbulkan irreparable, tidak dapat diperbaiki,” kata Dr. Peter Dikos saat memberikan masukan mengenai macam-macam pelecehan (abuse), mulai dari pelecehan seksual sampai pelecehan spiritual.

Karena itu mendiang Paus Fransiskus sangat menaruh harap pada biarawan/i dan imam. “Imam, bruder, suster dari ordo-ordo Katolik di seluruh dunia harus membangunkan dunia – wake up the world – untuk menjadi saksi-saksi nyata dari sebuah budaya hidup tandingan yang mengandalkan kemurahan hati dan kelupaan diri (self-forgetfullness)” (associationofcatholicpriests.ie).

Misiologi Paus Fransiskus, kata Stanis Lazar, adalah “missiology of attractiveness – misiologi daya tarik. Dia menarik dunia melalui pesan-pesannya, bahwa Allah itu penuh belas kasihan, dan Yesus itu wajah belas kasih Allah. Dia wartakan itu lewat hidupnya. Baginya, Gereja adalah community that attracts, a Church with open doors. Gereja menjadi oase belas kasih, semua orang dirangkul. Pengajarannya adalah teaching that attracts, karena sangat sensitif pada konteks, mengedepankan logic of incarnation, merangkul semua orang, cinta alam dan cinta sains. Baginya, orang Kristen harus berbelas kasih. Itulah daya tarik. Komunitas bertumbuh dari daya tarik itu.”

Karena itu, seorang imam atau misionaris terpanggil untuk hidup radikal, berani dalam iman, rela bermartir karena hidupnya itu life that speaks. Mau tidak mau spiritualitas kenosis, mengosongkan diri, dengan memberikan hidup bagi orang lain, meletakkan diri di tangan Tuhan harus dihayati.

Waktu Stanis katakan itu, sejenak semua terdiam. “Saya sering kali tidak makan pagi. Kau punya uang, tapi sering roti tidak ada,” kata Francis Ylagan, misionaris Kuba.

“Kalau ada yang dipenjara, dan sering kali tanpa alasan, kita tidak bisa kunjung. Kita paling-paling hanya bisa membantu keluarga agar bertahan, agar terus punya harapan,” kisahnya lagi. “Ini sering menyakitkan,” keluhnya.

“Penderitaan terbesar adalah tekanan mental, karena kita harus terus berpikir apa yang harus dan bisa kita lakukan di bawah tekanan pemerintah komunis,” kisahnya. 

Saat ditanya apakah dia mau kembali ke negara asalnya Filipina, dia tegas katakan tidak. “Saya menyerahkan semuanya pada Tuhan. Dan kita punya Yesus. Kalau kita tidak mencintai Yesus dengan sepenuh hati, apa yang bisa kita bagikan untuk orang-orang di sana?” tanyanya.

P. Philip Mulryne, OP

Stanis mengajak kami menonton youtube yang mengungkapkan kisah Philip Mulryne, seorang pemain sepak bola yang sejak umur belasan tahun masuk klub utama Manchester United, menjadi pemain nasional Irlandia, tapi kemudian mengubah arah hidupnya secara total dengan menjadi seorang imam Dominikan.

“Saya bersyukur pada Tuhan karena Dia menganugerahkan saya kesempatan istimewa menjadi pemain sepak bola, dan sekarang, anugerah yang jauh-jauh lebih besar dari itu, yakni dengan menjadi imam,” kata P. Philip, OP dalam sebuah podcast.

Kata-kata Kitab Suci yang begitu menghentakkannya adalah, “Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Fil.4:13).

Teman-teman, saya menyimpan ilham-ilham ini dalam catatan saya kali ini. Siapa tahu membakar lagi hati saya di kemudian hari saat membaca, dan berguna bagi teman-teman. Selamat Pesta Paskah.

  • Related Posts

    KEAJAIBAN PENGAMPUNAN

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (46) Rumah yang kami kunjungi, Minggu (18/5/2025), sangat sederhana. Itu rumah batu pemberian orang untuk pasangan Luigi dan Assunta Goretti, orang tua Santa Maria Goretti. Mereka…

    TRE FONTANE

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (45) Tre Fontane. Tiga Mata Air. Apa itu? Pada 26 Juni tahun 67 M, Santo Paulus dipenggal kepalanya. Begitu dipenggal, kepalanya terloncat dan jatuh ke tanah…