VUCA 3 – HANDUK, BASKOM, MALAM, PANGGILAN

Laporan Perjalanan Rm. Nani (38)

 

Thomas Heck, SVD, yang memperkenalkan teologi quantum kepada kami memberi rekoleksi pagi ini, Kamis (17/4/2025), hari imamat.

Saya menerjemahkan renungan yang dia sebarkan pada WA group kami, yang sangat menyentuh hati kami semua. Judulnya, “Handuk. Baskom. Malam. Panggilan”.

Malam ini kita dibawa ke dalam inti jantung iman kita – tidak dengan mukjizat besar, atau proklamasi yang menggelegar, tapi dengan air, roti, handuk, dan baskom.

Sebelum Yesus memberikan kita Tubuh dan DarahNya, sebelum Dia ditangkap dan disalibkan, Dia melakukan sesuatu yang sebegitu rendahnya sehingga susah dimengerti. Dia berlutut. Dia mencuci. Dia melayani.

Tuhan berjalan dengan lututNya – dan menyentuh kotoran, pengkhianatan, dan kelemahan manusia.

Ini bukan ritus sentimental. Ini pewahyuan radikal. Cinta yang Benar melayani. Kekuasaan yang sejati berlutut. Tuhan turun rendah.

Thomas Heck menyentuh kaki kami setelah kotbahnya yang menarik lewat bibliodrama

Kalau kita sungguh mengikuti Yesus seperti ini, kita harus berjalan bersamaNya – ke kaki orang miskin, orang yang menderita, orang yang terlupakan. Kita harus pergi ke tempat-tempat dimana martabat manusia dihancurkan, harapan memudar. Kita tidak membawa titel, tapi handuk. Bukan senjata, tapi air. Bukan keangkuhan, tapi kehadiran.

Malam ini bukan hanya untuk imam, tapi untuk semua kita. Namun, malam ini secara khusus, kita kenangkan imamat seperti apa yang Tuhan berikan kepada kita.

Dia tidak menahbiskan murid-muridNya untuk memerintah dan menguasai. Dia memanggil mereka untuk tinggal bersama mereka yang terpecah, untuk berdoa sepanjang malam, untuk berjalan melintasi darah dan pengkhianatan, untuk menyerahkan hidup mereka – seperti yang Dia lakukan.

Imamat tidak lahir dalam istana. Imamat lahir di lantai, dimana kaki dicuci, roti dipecahkan, dan hati ditikam.

Menjadi seorang imam – juga seorang Kristen – bukanlah untuk menghindari penderitaan, tapi memasukinya dengan cinta. Bukan untuk menghindari malam, tapi berjalan di dalamnya bersama Kristus. Bukan untuk dikagumi, tapi ditumpahkan.

Dunia ini sudah tidak membutuhkan lagi banyak orang Kristen yang menyenangkan. Dunia butuh murid-murid yang berani. Dunia butuh keluarga yang melayani. Kaum muda yang penuh perhatian. Komunitas yang mengampuni. Dan, tentu, dunia butuh imam yang tidak takut terhadap Salib. Imam yang tinggal saat orang lain lari. Imam yang berbicara kebenaran, tinggal di antara kaum miskin, mencintai seperti Kristus – tidak hanya lewat mimbar tapi lewat lantai dengan sepotong handuk dan sebuah baskom.

Karena itu malam ini, marilah masing-masing kita bertanya, di mana handukku? Kaki siapa yang harus kubasuh? Malamnya siapa yang harus kumasuki dengan cinta?

Kepada teman-teman imam, terima kasih.

Terima kasih sudah memilih jalan yang sempit ini.

Terima kasih karena mempersembahkan hidupmu, hatimu, dan tanganmu.

Bukan hanya untuk merayakan sakramen-sakramen, tapi untuk membawa jiwa-jiwa. Bukan hanya untuk berkotbah, tapi untuk menumpahkan dirimu.

Kami berdoa untukmu malam ini – dengan kemendesakan dan harapan.

Semoga hatimu menyala kembali dengan api Kristus.

Semoga kamu kuat di hadapan wajah keletihan, lembut di hadapan wajah penderitaan, berani di tengah dunia yang sering tidak memahami Salib.

Semoga kamu tidak lupa: handuk dan baskom adalah kekuatanmu. Altar dan umat adalah misimu. Dan malam bukanlah akhir – di situlah Kebangkitan dimulai. Amen.

  • Related Posts

    KEAJAIBAN PENGAMPUNAN

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (46) Rumah yang kami kunjungi, Minggu (18/5/2025), sangat sederhana. Itu rumah batu pemberian orang untuk pasangan Luigi dan Assunta Goretti, orang tua Santa Maria Goretti. Mereka…

    TRE FONTANE

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (45) Tre Fontane. Tiga Mata Air. Apa itu? Pada 26 Juni tahun 67 M, Santo Paulus dipenggal kepalanya. Begitu dipenggal, kepalanya terloncat dan jatuh ke tanah…