KEPENUHAN HIDUP

Laporan Perjalanan Rm. Nani (24)

Apakah yang menjadi keprihatinan banyak orang zaman ini? Tiga hal, yakni menjadi bahagia, memperhatikan/merawat diri, dan menikmati hidup. Ketiga hal ini menjadi obsesi kehidupan banyak orang.

Ribuan gembok di Jembatan Hohenzollern yang melintasi sungai Rhine (atau Rhein) seakan menjadi ekspresi ikonik dari ketiga pencarian ini.

Di sepanjang jembatan itu ada sesuatu yang unik. Pasangan yang mabuk cinta mengabadikan cinta mereka dengan mengunci gembok, dan gembok itu digantung di jembatan itu. Entah sejak kapan mulainya. Namun, sudah ada ratusan ribu gembok berwarna-warni, dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda digantung di sana. Orang mau bahagia, lalu mencari cinta yang memuaskan kehausan hati. Diharapkan cinta itu abadi, seabadi gembok yang sekali terkunci tak dapat diputus lagi.

Orang bekerja membanting tulang agar bisa merawat diri, dan menjamin kehidupannya dan pasangannya. Dengan itu, dia menikmati hidup bersama pasangannya, dan mengukir kebahagiaan.

Ternyata semua itu sementara. Sekuat apa pun gembok itu, dia akan berkarat, dan satu waktu hilang. Sekokoh apa pun Jembatan Hohenzollern, suatu waktu dia rapuh, dan roboh. Begitu juga kebahagiaan yang dijanjikannya.

Ada kehausan yang tidak akan dapat dipenuhi kegemerlapan hidup manusia. Secemerlang apa pun kegemerlapannya.

Seorang bruder di Steyl, Br. Alfons (Gerhard Geisert), hidupnya sederhana sekali. Dia tidak banyak omong, tapi setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dilakukan dengan dedikasi yang total dan kepenuhan hati.

“Pagi-pagi jam 5.00 dia sudah bangun. Dia pecah-pecahkan roti, dicampurkan dengan susu lalu makan. Setelah itu dia ke kebun untuk bekerja. Pukul 7.00 saat doa pagi, dia sudah berada di kapela untuk berdoa bersama kami,” kata P. Stanis Kofi, SVD, wakil rektor Komunitas Steyl.  “Begitu juga jam 12.00 siang. Dia sudah di kapela. Kekuatannya itu dua hal, berdoa dan bekerja,” lanjutnya. Bagi Br. Alfons, bekerja itu berdoa, memuliakan Allah, dan doa itu bahan bakar yang selalu membuatnya penuh saat bekerja.

Dia suka membersihkan jalan kalau ada dedaunan kering yang jatuh. Dia ramah terhadap siapa pun. Dia membantu siapa saja. Saat dia meninggal, masyarakat Steyl benar-benar kehilangan. Begitu banyak orang menghadiri penguburannya. Orang selalu mengunjungi kuburnya untuk memasang lilin dan berdoa. Dalam kesederhanaannya, Br. Alfons menghayati hidup yang penuh. Orang merasakannya sebagai lilin yang menerangi kehidupan saat ini.

Dalam kisah para bruder dari angkatan pertama, kepenuhan hidup yang mereka hayati terasa sekali. Bruder Bernard, misalnya datang ke Steyl karena ingin menjadi imam. Arnold Janssen menerimanya, tapi menawarkan agar dia hidup bersama para bruder dulu, dan menjalani aktivitas yang dilakukan para bruder, aktivitas-aktivitas sederhana: bekerja di kebun, menjadi tukang bangunan, membersihkan dan merawat taman, menyemir sepatu. Dia melihat para bruder itu gembira sekali dalam hidup mereka.

Setelah beberapa bulan dia datang lagi menjumpai Arnold Janssen dan dia minta agar Arnold mengizinkannya menjadi bruder. Dia kemudian diberi tugas menangani penerbitan. Dia lakukan itu dengan luar biasa sekali. Dari orang yang tidak tahu apa-apa, menjadi orang yang gemilang dalam karya penerbitan, dengan dedikasi yang total.

Kalau kita membaca kisah para bruder angkatan awal itu, terasa sekali kualitas hidup mereka – sederhana, penuh kerendahan hati, taat, total melayani, dan hidup doanya terintegrasi dengan kerja dan hidup secara keseluruhan. Hidup mereka tersembunyi, tapi cahayanya menerangi kegelapan. Kesegarannya mengatasi kepengapan dunia. Mereka benar-benar misioner.

Misi mereka adalah hidup dalam kepenuhan. Sumber kepenuhan hidup itu Hati Yesus yang Mahakudus yang membuat mereka merasa dicintai dan dimampukan untuk mencintai dengan total. Mereka belajar mencintai seperti Yesus yang mencintai. Mereka menjadi matang dalam keutamaan hidup mereka.

Tim Spiritualitas Arnold Janssen merumuskan 4 ciri kematangan hidup itu, yakni hidup yang dipenuhi rasa syukur, dipenuhi sukacita, memancarkan keindahan, dan kesediaan yang tulus untuk melayani. Itulah kehidupan yang dihayati para bruder. Dalam kehidupan mereka berlaku kata-kata Yesus ini, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” (Mt. 6:33).

Kami mengunjungi bengkel-bengkel tempat para bruder itu bekerja. Melihat berbagai peralatan yang mereka pakai, kerumitan mesin-mesin besar yang semuanya dilakukan secara manual, butuh orang yang dedikasinya tinggi dan tingkat kesungguhannya besar. Butuh orang yang bekerja tidak hanya dengan motivasi manusiawi, tapi dengan dorongan yang lebih dari sekadar dorongan manusia.

Kami mengunjungi museum yang dikerjakan oleh Br. Berkhmans. Hanya ada satu kata, luar biasa! Koleksi barang-barang antik, hiasan, perlengkapan musik, peralatan berburu, pakaian adat dari berbagai belahan dunia, karya-karya seni diatur rapi dan indah. Koleksi Binatang-binatang, besar atau kecil, burung-burung dari mana-mana. Koleksi kupu-kupu terlengkap.

Saat orang mengunjungi museum, orang tidak hanya mengagumi berbagai koleksi, orang berpikir tentang sebuah kekuatan rohani yang membimbing dan mendorong pembuatan museum ini.

Dari mana mereka belajar menghayati kepenuhan hidup seperti itu? Dari pendiri mereka, Arnoldus Janssen. Moto hidup Arnoldus adalah Vivat cor Jesu in cordibus hominum – Hiduplah hati Yesus dalam hati semua orang.

Moto ini diserukan tidak dengan kata-kata tapi dengan kehidupan – Vivat! Kebahagiaan hidup ditemukan ketika orang memberikan dirinya bagi Injil, bagi Hati Yesus, yang adalah Hati Allah Tritunggal itu sendiri.

Karena itu, Santo Arnold juga menyerukan, Vivat Deus Unus et Trinus in cordibus nostris – Hiduplah Allah Tritunggal Mahakudus dalam hati kita.

Kebijaksanaan hidup yang terkandung dalam moto itu dalam sekali. Kita hanya bisa belajar menyerap kebijaksanaan itu kalau kita rela menyerahkan diri kepada Roh Kudus sumber kebijaksanaan.

Penyerahan diri kepada Tuhan Allah Roh Kudus adalah bagian dari kehidupan doa  sehari-hari dari para bruder.

“Jangan takut, para Romo dan Bruder. Roh Kudus tahu bagaimana caranya membimbing kita semua. Rasakanlah dari waktu ke waktu kedekatan dengan Roh Kudus itu,” kata Sr. Maria Cristina Avalos, SSpS di akhir salah satu pertemuan seusai adorasi.

 

  • Related Posts

    VULTURE

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (40) Seorang gadis kecil dari Sudan yang kelaparan tertelungkup jatuh tanpa tenaga lagi. Dia sudah berhari-hari tidak makan dan sedang berusaha ke pos makanan terdekat. Apa…

    MEMPERTANYAKAN MODEL FORMASI KITA

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (39) “Seorang imam muda dikirim keluar negeri untuk menjadi misionaris. Namun, hanya dalam 10 bulan dia sudah minta pulang. Dia mengeluh tentang bahasa. Dia mengeluh tentang…