
Laporan Perjalanan Rm. Nani (18)
Perayaan Ekaristi, Selasa (4/3/2025) berlangsung di kapela utama dimana ada sarcophagus, atau kuburan batu dari Santo Arnoldus Janssen, SVD. Bagian belakang dari Sarcophagus menjadi altar, dan semua peserta berkumpul mengelilingi sarcophagus itu.
Tatkala meninggal pada 15 Januari 1909, Arnoldus janssen, SVD dikuburkan dalam sebuah kapela mungil di pekuburan Rumah Misi St. Mikhael, Steyl. Namun, setelah dibeatifikasi oleh Paus Paulus VI tahun 1975, jasadnya disemayamkan di kuburan batu yang terletak di dalam gereja bawah dari Rumah Misi Santo Mikhael.
Kuburan batu itu sendiri merupakan hadiah dari masyarakat Steyl dan Tegelan. Kuburan itu didesain oleh seorang artis bernama Will Horsten. Arnoldus Janssen, SVD digelari kudus pada 5 Oktober 2003 di Roma oleh Paus Yohanes Paulus II.
Sedikit tentang Sarcophagus Santo Arnoldus Janssen, SVD. Di atas sarcophagus itu tertulis PATER DUX FUNDATOR – BAPA PENDIRI ARNOLDUS JANSSEN. Pada keempat sisinya ada relief yang mengungkapkan inti spiritualitas Arnoldus Janssen, SVD.
Relief pada sisi depan menggambarkan Allah Trinitaris, yang merupakan devosi utama Arnoldus Janssen. Ada tangan besar yang melambangkan Allah Bapa yang mempersembahkan Putra-Nya. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah menganugerahkan Anak-Nya yang tungal” (Yoh.3:16). Allah Bapa dan Putra dibawa oleh Roh Kudus yang dilambangkan oleh burung merpati. Pada sayap-sayapnya terdapat tujuh nyala api yang melambangkan tujuh karunia Roh Kudus.
Relief pada sisi kanan melambangkan Hati Terkudus Yesus. Tergambar sebuah hati besar yang merangkul lima hati kecil. Ini melambangkan bangsa-bangsa dari segala benua yang menemukan perlindungan, keteduhan, dalam Hati Yesus, lambang kasih Allah. Bagian kiri relief Hati Besar itu ada daun palma, melambangkan kemenangan atas dosa. Bagian kanannya ada bunga bakung, lambang kemurnian.
Relief pada sisi belakang mengungkapkan peristiwa Kabar Sukacita, yang mengungkapkan devosi Arnold Janssen, SVD pada Sabda Allah. “Pada mulanya adalah Firman” (Yoh.1:1). Tergambar Malaekat Gabriel memberi kabar kepada Maria. Bunda Maria memegang gentong yang kosong sebagai lambang keterbukaannya menerima kehendak Tuhan. Bunga bakung di antara malaekat dan Maria melambangkan kemurniannya.
Relief sisi kiri menggambarkan Roh Allah yang melayang-layang di atas air. Ini mengungkapkan devosi Arnlodus Janssen, SVD pada Roh Kudus. Air digambarkan bergelombang dan di atasnya Roh Kudus melayang-layang dalam rupa burung merpati. Di sebelah sayapnya ada tiga nyala api di sebelah kiri dan empat di sebelah kanan, lambang tujuh karunia Roh Kudus yang memberi kehidupan.
Di sekeliling Sarcophagus itu Perayaan Ekaristi berlangsung. Bacaan Injil diambil dari madah pujian Yohanes mengenai Firman Allah (Yoh. 1:1-14), yang dibacakan oleh P. Thomas, SVD dengan suara yang lembut mengundang, dengan artikulasi yang jelas.
Setelah bacaan Injil, kami diajak berjalan menjauh ke mana saja di gereja ini. Saya berjalan sampai ujung gereja dekat Tabernakel. Dari tempat masing-masing, kami diminta berlangkah dengan penuh kesadaran menuju sarcophagus itu.
Pada setiap langkah yang kami ayunkan, kami diminta mengingat dan membawa serta momen-momen utama panggilan kami, orang-orang di tempat kerja, umat seluruhnya, keluarga. Di depan sarcophagus itu kami menumpahkan semuanya. Kami mempersembahkannya dalam doa yang kami ucapkan dari kedalaman hati, mohon bantuan Santo Arnoldus Janssen, SVD membawa semuanya kepada Tuhan.
Itu dilakukan satu per satu oleh peserta yang hadir dari berbagai dunia. Berdiri di depan Sarcophagus itu, berdiam diri, berdoa baik yang terucapkan maupun yang tersimpan dalam hati. Persembahan dan doa seluruh dunia menyatu. Suasana hening dan terasa penuh. Sebuah momen yang menghanyutkan orang dalam rasa haru dan meneguhkan.
Saya mengingat momen-momen panggilanku, para misionaris yang menjejakkan kaki di wilayah kita. Saya membawa semua keluarga, kerabat kenalan. Saya menyebut keuskupan kita. Saya merasa seperti sedang mewakili banyak sekali orang. “Santo Arnoldus Janssen, SVD, engkau tahu semua usaha anak-anakmu di sana, semua orang yang mencintaimu, semua yang mengenal dan terhubung dengan engkau dengan satu dan lain cara. Saya membawanya semua di sini,” ucapku dalam hati.
Secara khusus saya mempersembahkan Seminari yang didirikan dengan segenap iman, ketulusan, pengorbanan dan mimpi-mimpi. Sebentar lagi Seminari St. Yohanes Berkhmans akan merayakan 100 tahun berdirinya.
Santo Arnoldus Janssen memulai segala usaha dalam wujud yang sederhana. Tuhan menjadikan mungkin sesuatu yang tampaknya mustahil. Semoga Seminari yang dimulai dari anak-anak Arnoldus Janssen, berkembang sesuai kehendak Tuhan.
Dalam sesi selanjutnya, kami diberi kesempatan untuk berbagi apa yang dirasakan ketika diberi kesempatan datang ke Rumah Misi ini untuk mengikuti renewal program ini.
Semua peserta yang sempat berbicara mengungkapkan rasa syukur yang tiada berhingga. Ada yang merasa ini kesempatan yang tak terulang lagi. Yang lain merasa, selama bekerja sebagai misionaris, dia seperti anak yang hilang. Dan ketika dipanggil pulang ke Rumah Misi di Steyl ini untuk mengikuti program renewal, apalagi dengan Perayaan Ekaristi yang amat berkesan, ini seperti home-coming, kembali ke rumah.
Saya diberi kesempatan untuk berbicara. Bagi saya, momen berada di Rumah Induk SVD di Steyl untuk merasakan kedalaman spiritualitas Arnoldus Janssen sesuatu yang istimewa. Ada beberapa hal yang menjadi alasannya.
Pertama, umat katolik di Keuskupan Agung Ende secara historis mempunyai hubungan yang sangat mendalam dengan misionaris SVD. Para misionaris itulah yang memperkenalkan iman Katolik.
Di antara para misionaris awal, umat Keuskupan Agung Ende berutang budi pada Mgr. Petrus Noyen, SVD, sebagai pioner dengan wawasan misioner yang luar biasa. Keputusan-keputusannya mendahului zaman. Dia sendiri pernah menemani Santo Yosef Freinademetz, SVD di China. Mgr. Henricus Leven, SVD yang mengawal Gereja Katolik di Flores dengan kebapaan, kelembutan, dan kewibawaan rohani yang besar.
Ada juga misionaris-misionaris besar baik karena jabatan dan karya mereka maupun karena pengabdian mereka yang total. Mereka tinggalkan segalanya demi gereja di Flores. Jadi Keuskupan Agung Ende tidak bisa dipikirkan keberadaannya tanpa SVD.
Kedua, selama ini (mungkin karena gereja lokal dari segi ketenagaan dianggap mandiri) SVD mengarahkan perhatian keluar, yakni mengirim para misionaris ke tempat-tempat yang sangat membutuhkan kehadiran imam. Namun, dengan tahbisan Uskup Budi, SVD seperti kembali lagi. Ada gerakan ke dalam, ke keuskupan Agung Ende. Bukan soal ketenagaan tapi jiwa misioner. Jiwa misioner itu disadari lagi sebagai sesuatu yang esensial. Kami imam diosesan adalah juga misionaris di tempat kami. Jiwa misioner mana yang harus kami hayati kalau bukan jiwa misioner Arnoldus Janssen, SVD. Semoga Keuskupan Agung Ende menjadi Keuskupan Misioner.
Ketiga, saya berbicara tentang keluarga yang dari nenek moyang dekat dengan misionaris SVD. Saya dibimbing ke Seminari oleh misionaris SVD. Moto tahbisan saya dipilihkan kepada saya oleh misionaris SVD. Mempunyai bapa rohani seorang misionaris SVD. Ditahbiskan oleh seorang Uskup SVD.
Jadi untuk saya, datang ke Rumah Misi Steyl ini datang kepada akar misioner saya. Karena itu saya bahagia sekali mendapat kesempatan ikut serta dalam program renewal ini.
Sesi sore hari adalah sesi dengan dinamika yang istimewa untuk mengenal dan merasakan kembali inti spiritualitas misioner dari Arnoldus Janssen, SVD.
Pokok-pokok inti spiritualitasnya diketik dengan font yang besar, dan dijejerkan menyerupai salib. Ada Allah Trinitaris. Sabda yang menjelma menjadi daging (inkarnasi). Di bawahnya ada Hati Yesus. Di pinggir kiri ada Roh Kudus, dan ajakan untuk berdoa kepada-Nya agar kita dapat menemukan kehendak Allah. Di sebelah kanan ada fakta bahwa Allah bekerja dalam diri generasi pendiri.
Di bawah Hati Yesus, diri kita yang yang ditransformasi kasih Allah. Kita harus percaya kasih Allah itu dekat. Untuk itu kita harus terus-menerus masuk ke dalam Hati Yesus dengan berkontemplasi. Di bawahnya, your light must shine before others, sebuah ajakan untuk setia dan kreatif menjadi murid dari Sang Terang di tengah dunia yang terluka. Di bawahnya lagi, ajakan untuk terus menghayati dialog profetis.
Yang menarik sekali adalah kata-kata Arnoldus Janssen, SVD sebelum meninggal. “Dan saat mataku tertutup, ya Tuhan, biarkan orang lain berdiri di tempatku, dan biarkan putra dan putriku bermohon kepadaMu dalam rohku. Karena itu, saya mempersembahkannya kepada kasihMu; ambillah mereka ke dalam perlindunganMu”.
Kami diminta berjalan dati tempat ke tempat, dari kertas ke kertas sambil membaca dan merasakan, berhenti untuk meresapkan, berjalan lagi, membaca lagi. Dengan car aini, inti spiritualitas Arnoldus Janssen, SVD, masuk melalui raga, ke dalam sanubari, ke dalam jiwa.
Sharing kelompok sesudahnya menciptakan soliditas yang mengesankan. Terasa sekali ada pendalaman spiritualitas Arnoldus Janssen, SVD, yang tidak melulu intelektual tapi lebih menyentuh hati, penghayatan, dan pengalaman. Orang berbicara tentang Hati Yesus, tentang semangat doa. Orang berbicara tentang ‘melakukan kehendak Tuhan’, bahwa kalau itu menjadi motivasinya karya misioner akan sukses, apa pun kesulitannya. Orang mengaitkannya dengan berbagai pengalaman yang kaya.
Saya berbicara tentang kenyataan bahwa sebagai imam diosesan saya mencari spiritualitas yang benar. Dan saya merasa, spiritualitas yang dihayati Santo Arnoldus Janssen, SVD, harus menjadi spritualitas imam diosesan.
Imam diosesan di Keuskupan Agung Ende adalah putra-putra Arnoldus Janssen yang harus datang kepada bapanya, terkoneksi dengan bapanya, dilabuhkan di sana, untuk mendapatkan kekuatan dan penyegaran.
Saya sendiri merasa, arti moto tahbisanku semakin dibuka kekayaannya ketika disegarkan dalam spiritualitas Arnoldus Janssen, SVD. Doa-doanya yang diucapkan setiap hari oleh putra-putrinya, misalnya, Vivat Deus Unus et Trinus in cordibus nostris – Hiduplah Allah Tritunggal dalam hati semua kita, Vivat Cor Jesus in cordibus hominum – hiduplah Hati Yesus dalam hati semua manusia kurasa membuka lapisan arti yang semakin kaya dari moto tahbisanku, “Supaya hidup Yesus menjadi nyata” (2 Kor.4:11). Saya diteguhkan.
Dengan berbagai peneguhan ini, saya merasakan syukur yang berlimpah dalam hati. Puji Tuhan.