MOMEN-MOMEN INDAH

Laporan Perjalanan Rm. Nani (16)

Tercatat beberapa momen indah sebelum perjalanan renewal resmi dimulai. Pertama, kami diantar masuk ke dalam gereja dimana ada kubur Santo Arnoldus Janssen, SVD. Di depan kubur orang sederhana yang hati misionernya sangat otentik ini, diam adalah momen doa yang penuh. Kata-kata berhenti. Terlalu terbatas untuk mengungkapkan segala. Itu saya rasakan pada Sabtu sore dan malam (01/3/2025).

Minggu pagi ini, sebagian dari kami memilih misa bahasa Inggris, sebagian misa bahasa Jerman. Saya memilih misa bahasa Inggris. Itu momen kedua yang indah.

Saya tidak menyangka, misa itu dipersembahkan dalam sebuah ruangan yang sangat historis, yakni kamar tidur Santo Arnoldus Janssen, SVD. Kamar aslinya sudah dibongkar. Di situ ditahtakan sebuah tabernakel. Di depannya dulu ada beberapa kamar yang semuanya dibongkar, dan sekarang dijadikan kapela kecil.

Informasi ini kami dapatkan di awal misa dari P. Jürgen Ommerborn, SVD, misionaris sepuh asal Jerman yang lama bekerja di Papua New Guinea dan kini menangani Sekretariat Arnoldus Janssen, SVD di Steyl.

“Bahwa kita merayakan Ekaristi di sebuah ruangan yang historis pagi ini, pasti ini bagian dari penyelenggaraan Tuhan,” demikian sapaan Aurel di awal Perayaan Ekaristi yang dipimpinnya. Perayaan Ekaristi sederhana. Tanpa lagu-lagu. Nyaris hening. Namun, ada aura yang berbeda.

Jumlah kami yang hadir belasan orang. Kami duduk melingkar dengan pusat utama meja Ekaristi. Dalam renungan singkatnya, Aurel menyentil jiwa otentik dalam pelayanan, ketulusan meyakini nilai-nilai Injili dalam karya misioner. Untuk itu diperlukan kerendahan hati untuk mengakui kelemahaan, ketidakberdayaan, dan keberdosaan diri, agar dikuatkan dan dibersihkan, dan dengan hati yang lebih bening melihat orang dengan kaca-mata baru yang lebih terang. Itu pesan kuat yang saya tangkap.

Jumlah yang hadir kecil, tapi datang dari mana-mana, dari Asia, Afrika, Eropa, multiras, multikultur, menyatu sebagai satu keluarga di sekliling altar yang sama di kapela di kamar asli Arnoldus Janssen, SVD.

Saya membaca sebuah Newsletter yang dikeluarkan Sekretariat Arnoldus Janssen di Steyl. Saya mencatat dua poin. Pertama, pentingnya melibatkan diri dalam dialog profetis sebagai cara bermisi. Mengutip Kardinal Walter Kasper tentang filsafat dialog, “The Other is not my limitation, rather the Other is part and enrichment of my existence – Yang lain itu bukan batasan diriku, sebaliknya Yang lain itu bagian dan pengayaan keberadaanku”. Betapa penting mempunyai hati yang lebih bening dan melihat orang lain dengan segala keberbedaan dengan cara baru sehingga terjadi dialog yang otentik.

Kedua, kata-kata yang sangat menyentuh yang keluar dari kerendahan hati Arnold Janssen, SVD, pada 8 September 1875, ketika membuka rumah misi di Steyl yang menandai kelahiran SVD. “Apakah akan ada hasil, hanya Tuhan yang tahu… Kalau seminari ini sukses, kita berterima kasih pada rahmat Allah. Kalau tidak ada hasil, kita menepuk dada dengan rendah hati dan mengakui bahwa kita tidak pantas untuk menerima rahmat itu”.

Saat ini, dengan hanya belasan orang yang duduk melingkar, terasa sekali anak-anak Arnoldus Janssen tidak hanya pergi ke seluruh benua, tapi datang dari segala penjuru. Mukjizat itu nyata.

Usai Perayaan Ekaristi, kami diundang Ommerborn untuk sejenak melihat-lihat Sekretariat Arnoldus Janssen. Dia gembira sekali menyambut empat misionaris dari Papua New Guinia. Seperti reuni sebuah keluarga yang lama tak bertemu.

Saya tertegun memandang sejumlah lukisan keluarga Santo Arnoldus yang dipajang pada dinding lorong di sebelah kapela: ibunya, Santo Arnoldus sendiri, kakaknya yang adalah biarawan Kapusin, dan adiknya, seorang imam juga.

Pada dinding sebelahnya ada pigura deklarasi resmi penggelaran kudus Santo Arnoldus Janssen, SVD dalam bahasa Latin. Di tempat inilah Santo Arnoldus Janssen, SVD tinggal dari tahun 1878-1905.

Deklarasi resmi penggelaran kudus Santo Arnoldus Janssen, SVD dalam bahasa Latin

Kemudian Aurel dan saya mengambil waktu untuk berjalan-jalan keluar mengitari sebagian kompleks bangunan sambil menghirup udara segar. Dingin sekali. Udaranya menusuk, minus dua derajat Celsius.

 Kami menelusuri jalan setapak. Di depan ada pohon-pohon yang meranggas. Di samping ada hamparan rerumputan hijau. Ada penunjuk jalan menuju gua. Itu yang bisa saya mengerti. Penunjuk jalan yang lain tidak saya pahami karena ditulis dalam bahasa Belanda.

Kami berpapasan dengan beberapa orang yang berjalan kaki. Sebagian bersepeda. Sesekali ada mobil lewat. Suaranya tenggelam dipeluk kesunyian.

Kami menelusuri jalan setapak di belakang rumah induk SSpS. Ada sebuah lapangan untuk summer camp. Rupanya banyak anak muda memanfaatkan tempat ini. Di sebuah bukit kecil, ada patung Yesus berwarna putih yang mengundang dalam sunyi untuk menyadari ada makanan jiwa yang perlu disantap. Di depannya ada taman yang ditata indah.

Di jantung Eropa dengan kebisingan yang luar biasa dan persaingan yang melelahkan, sebuah desa yang hening dan alami dengan kicauan burung untuk menyambut pagi sungguh sebuah kekayaan. Itulah Steyl. Dia mengundang orang untuk menarik napas, bersitirahat, menikmati ketenangan yang damai, melepaskan hiruk pikuk tugas dan tanggung jawab, menikmati ‘Me Time”, “Our Time” dalam dialog, dalam relasi yang memberi diri dan saling memperkaya.

“Steyl invites you to discover the oasis for yourself” – Steyl mengundang kita menemukan oasis bagi diri. Kata-kata ini saya temukan pada sebuah pamlet tentang Steyl.

  • Related Posts

    TANGGA-TANGGA COLOGNE

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (22) “Yes, akhirnya melewati perbatasan Jerman!” teriak saya penuh gembira disambut pekikan tawa Surya, Johan, dan Vinsen, mantan siswa Seminari Mataloko yang sekarang melanjutkan studinya di…

    ISSUM, KEVELAER, GOCH

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (21) Kami berkumpul di depan rumah induk Steyl setelah makan pagi, Sabtu (8/3/2025). Udara dingin tapi bersih dan segar, seperti biasa. Belum jelas peralihan dari musim…