BUTIR-BUTIR HARAPAN DI AWAL ZIARAH (8)

Laporan Perjalanan Rm. Nani (8)

Patung Santo Yosef Tidur (The Sleeping Joseph) yang besar sekali ditahtakan di pelataran sebelah kiri gereja Santo Yosef Matraman Jakarta. Di bawah patung itu ada prasasti yang ditandatangani Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Agung Jakarta.

Dalam prasasti itu ada doa singkat yang indah, “Santo Yoseph bawalah ‘MIMPI’ hati kami dalam ‘TIDURMU’ supaya sampai pada YESUS dalam persatuan dengan ROH KUDUS dan ALLAH BAPA”.

Dari semua gereja yang berpelindungkan Santo Yosef, baru kali ini saya melihat patung Santo Yosef Tidur yang sangat besar ditahtakan di pelataran gereja.

Persis di belakang patung itu ada Gua Maria yang ditahta indah, di dalam sebuah kanopi, sebelum masuk ke gedung pertemuan. Santo Yosef ada di luar. Dalam tidurnya dia menjaga “Keluarga Nasaret” dan kita semua.

Salah satu tokoh yang devosinya kepada Santo Yosef Tidur kuat sekali adalah Paus Fransiskus. Dia suka berdoa di depan patung Santo Yosef tidur. Kalau ada masalah atau pergumulan yang penting, dia menuliskan persoalan itu, dan meletakkannya di bawah patung Santo Yosef Tidur.

Paus pernah mengatakan, dunia saat ini mengalami kelelahan luar biasa. Ini salah satu dampak dari teknologi. Orang dibikin bising, scroll sana scroll sini berjam-jam, loncat dari satu informasi ke informasi lain, sibuk bikin konten untuk dapatkan pengakuan, penuh kegaduhan. Tanpa sadar, kita jadi budak dari dunia yang memaksa kita untuk menikmati sesuatu tapi di permukaan saja.

Dan karena yang nikmat itu ada di permukaan, dia cepat hilang, cepat berganti. Lalu orang bosan. Bosan itu kan karena tidak merasa hidup itu berarti. Kehilangan makna.

Orang jadi tidak tahan susah, tidak tahan menderita. Tidak tangguh, sedikit-sedikit minta healing, seakan sedang sakit. Kosa kata dulu itu kan rekreasi, penciptaan kembali. Kosa kata sekarang healing, karena merasa sedang tidak sehat.

Efek lain dari pingin menikmati sesuatu, itu kerinduan untuk disanjung, ingin dapat like atau emoticon hati sebanyak-banyaknya. Akibatnya, orang tidak tahan menjadi dirinya sendiri, yang sebenarnya. Yang penting kelihatannya bagus.

Carlo Acutis, seorang anak muda pencinta teknologi digital yang menjadi santo, dan model bagi dunia sekarang pernah mengatakan, “Kita dilahirkan asli, tapi mati sebagai fotokopi dari orang lain”. Ini melelahkan sekali.

Paus mengajak kita berpaling ke Santo Yosef. Untuk apa? Tidur. Seperti Santo Yosef. Ini tafsiran saya. Dunia sekarang ini penuh kebisingan dan ketergesaan dan tidak mengizinkan kita istirahat. Akibatnya kita bisa lekas aus.

Dunia seperti ini digerakkan kegelisahan – kita takut ketinggalan, lalu penuh target-target. Semakin kurang tidur, kita merasa semakin berbobot. Akibatnya, istirahat tidak cukup. Apa lagi waktu untuk Tuhan, untuk masuk ke dalam diri, untuk berdiam diri, sudah tidak ada lagi.

Mengapa perlu istirahat yang cukup? Ya, supaya kita tetap segar melayani di dunia yang serba gelisah.

Ahli Syaraf yang beragama Katolik, Dr. Daniel Amen mengatakan, “Otakmu adalah segala-galanya bagi hidupmu. Kalau otakmu bekerja dengan baik hidupmu akan baik, kalau otakmu rusak segalanya rusak.”

Salah satu yang membuat otak rusak itu kurang tidur. Dia lakukan percobaan. Scan otak orang yang tidurnya cukup dan orang yang tidur kurang. Yang tidur kurang otak tidak berbentuk. Yang tidur cukup bentuk otaknya bagus.

Dia bilang, kalau orang gampang tersinggung, mudah marah, kurang sabar, depresi, itu tidak hanya masalah mental. Malah lebih banyak masalah fisik, karena otak rusak.

Dia lalu daftarkan hal-hal yang membuat otak rusak. Salah satunya kurang tidur. Namun, ada kabar gembira, kerusakan otak bisa diperbaiki. Caranya? Istirahat yang cukup.

Santo Yosef itu pekerja keras, tapi dia jaga keseimbangannya dengan istirahat. Bahkan, kalau dia beristirahat, setan gemetar, karena waktu dia beristirahat Tuhan menyertainya. Tuhan berkomunikasi dengannya.

Tidur diperlukan untuk beristirahat. Namun, selain tidur, ada banyak cara untuk beristirahat. Ini yang saya alami sekarang. Sabatikal.

Kata ‘Sabatikal’ berasal dari bahasa Ibrani, “sabbath’, yang berarti waktu jeda, berhenti kerja untuk sementara. Suatu periode yang lumayan panjang dengan maksud melakukan sesuatu yang berbeda dari rutinitas kerja.

Misalnya hari ini, Minggu (23/2/2025). Setelah makan pagi, P. Ardy Jenani, SVD mengajak saya pergi ke pasar Senen. Kami naik bajaj. Di Atrium, kami putar keliling. “Kita makan siang di sini ko Romo?” ajak Ardy menggoda saya. Tak terasa kami habiskan cukup banyak waktu di mall. Jalan. Berhenti. Ngobrol. Lihat barang-barang yang dipajang. Jalan lagi. Naik escalator. Turun. Naik lift. Turun. Jalan lagi. Ngobrol. Kalau bingung, tanya satpam. Mereka mengarahkan. Jalan lagi.

Makanan di mall itu, lihat saja sudah lapar. Apalagi cium aroma. Apalagi masuk mulut. “Oii jangan ko, saya agak diet.” Saya lihat dia loyo. “Baik sudah, kita pulang ke Soverdi.”

Sesudah makan siang, dia ajak saya jalan kaki. Kali ini cari alasan lain. “Kae, terima kasih. Saya juga harus diet karena penyakit gula. Ada satu suster yang penyakit gulanya tinggi. Tapi setiap kali habis makan siang, dia jalan-jalan 30 menit.”

Saya mengerti maksudnya. “Kau sudah ke Gramedia?” tanya saya. “Belum!” Lalu saya mengajaknya jalan kaki ke Gramedia. Dari Soverdi ke Gramedia itu kurang lebih 3 – 4 km.

“Kalau setiap hari kita jalan kaki begini sesudah makan, itu sehat ko,” katanya saat kami masuk Gramedia. Kami bolak-balik toko buku itu berkali-kali. Saya membeli satu buku, judulnya, “Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring,” karangan dr. Andreas Kurniawan, seorang psikiater.

“Kae, di Nemi nanti, buat program jalan-jalan. Itu mantap!” Ardy membuka kesunyian.

Saya kira betul juga. Di Mataloko, sesudah makan siang, pikiran saya langsung ke English Room. Saya mewajibkan diri membuka English Room untuk anak-anak yang mau memakai jam tidurnya untuk membaca.

Sekarang English Room jauh. Pelajaran jauh. Pekerjaan Rumah jauh. Meditasi anak-anak jauh. English Discoveries sudah jadi urusan Romo Alex.  Saya bebas.

Saya ingat patung Santo Yosef Tidur. Mungkin Santo Yosef minta supaya saya jalan-jalan, bikin sesuatu tanpa beban. Tentu, ada waktu tidur siang. Dan tidur malam jadi lebih panjang.

Terima kasih Santo Yosef.

  • Related Posts

    TANGGA-TANGGA COLOGNE

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (22) “Yes, akhirnya melewati perbatasan Jerman!” teriak saya penuh gembira disambut pekikan tawa Surya, Johan, dan Vinsen, mantan siswa Seminari Mataloko yang sekarang melanjutkan studinya di…

    ISSUM, KEVELAER, GOCH

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (21) Kami berkumpul di depan rumah induk Steyl setelah makan pagi, Sabtu (8/3/2025). Udara dingin tapi bersih dan segar, seperti biasa. Belum jelas peralihan dari musim…