ABUNDANCE

Laporan Perjalanan Rm. Nani (43)

Beberapa kali saya menghindar untuk merayakan Ekaristi di depan seluruh peserta Program Tersiat ini. Saya merasa kikuk karena tidak terbiasa. Di Seminari sesekali saya merayakannya dalam bahasa Inggris, bukan setiap waktu.

Karena itu, setiap kali kelompok kami mendapatkan giliran, saya memilih menjadi pembaca, atau sakristan. Itu saja.

Namun, saat kelompok kami mendapat giliran menanggung liturgi sepanjang minggu ini (5-10/5/2025) semua teman sudah memilih hari masing-masing untuk merayakan Ekaristi. Satu-satunya hari yang tersisa adalah Rabu (7/5/2025), ketika kami berziarah ke Kota Asisi. Itulah hari saya memimpin Perayaan Ekaristi.

Saya mendekati beberapa teman untuk bertukar hari. Tidak ada yang bersedia. Saya tidak bisa mengelak.

Saya menyampaikan kepada Thomas Heck, penanggung jawab ziarah. “Misa hanya 40 menit ya,” kata Thomas mengingatkan.

Rabu (7/2025) jam 5.00 pagi saya bangun, mandi, menyiapkan jubah, buku misa bahasa Inggris yang tebal, dan sejumlah buku lagu, dan memasukkannya dalam tas ransel. Setelah sarapan pagi, kami berangkat ke Asisi.

Kota Asisi terletak di Italia Tengah, di Provinsi Perugia. Kota ini merupakan tempat kelahiran St. Fransiskus dari Asisi. Dia mendirikan Ordo Fransiskan, tahun 1208. Juga merupakan tempat kelahiran Santa Clara dari Asisi, pengikut Fransiskus dari Asisi sekaligus pendiri biara Clara Miskin.

Dua orang kudus ini magnet besar untuk seluruh kota. Saat ini ditambah satu orang kudus yang istimewa, Carlo Acutis.

Jasad ketiga orang kudus ini disemayamkan di kota ini. Karena itu, kota ini menjadi maknet dunia.

Tiga jam kami melakukan perjalanan ke Asisi. Sebelum masuk ke Kota Asisi, kami berhenti di sebuah dataran di kaki bukit Asisi dimana terdapat Basilika Santa Maria degli Angeli – Santa Maria dari para Malaikat – yang sangat megah.

Persis di tengah basilika itu, ada sebuah kapela mungil bernama Portiuncula, tempat seluruh gerakan Fransiskan dimulai. Di kapela itu, Fransiskus menemukan kejelasan panggilannya. Di situ pula, dia menerima pengikutnya yang pertama dan mendirikan Ordo Fransiskan tahun 1209. Di kapela itu pula, Clara dari Asisi menerima jubahnya dan mendirikan Ordo Clara miskin.

Fransiskus sendiri lahir pada 1181 dari sebuah keluarga yang kaya raya. Di masa kecil, dia hidup dalam kegelimangan harta dan menghabiskan banyak waktu dengan pesta pora. Pada umur 14 tahun dia putus sekolah dan menjadi pemuda berandal yang susah diatur.

Dia ikut serta dalam perang melawan Perugia, ditangkap, dan dipenjarakan selama setahun. Pengalaman dalam penjara mengubah hidupnya. Singkat kata, dia tinggalkan semua harta dan kemewahan, dan menjalani hidup yang sepenuhnya diabdikan untuk Tuhan.

Di salah satu sudut Basilika Santa Maria degli Angeli terdapat taman mawar tanpa duri yang sampai sekarang tetap hidup.

Diceritakan, suatu waktu untuk mengatasi godaan dan keraguan, St. Fransiskus melemparkan dirinya ke dalam semak berduri. Tuhan mengubah semak berduri itu menjadi taman mawar tanpa duri.

Di dekat taman itu, di dalam kompleks basilika ada kapela untuk kami merayakan Ekaristi. Saya memimpin perayaan Ekaristi di sana, pertama kalinya, untuk kelompok Program Tersiat ini. Saya bahagia sekali.

“Waktu dan tempat ini memang disiapkan khusus untuk dirimu, Nani,” kelakar Jerome, sahabat dekat saya sambil tertawa. “Kau lebih kudus ko, setelah misa di situ,” timpal Gabriel disambut cekikikan teman-teman.  Candaan apa pun yang dilemparkan teman-teman, bagi saya ini kelimpahan tersendiri yang saya alami.

Memimpin misa di Basilika Santa Maria degli Angeli

Setelah Perayaan Ekaristi itu, kami mendaki bukit Asisi untuk mengunjungi tempat-tempat ketiga orang kudus itu dimakamkan. Saya tidak merasa capai sama sekali. Sukacita batin yang saya alami menyediakan tenaga segar yang mengiringi setiap langkahku.

Mula-mula kami mengitari sisi kanan Kota Asisi. Di situ ada basilika yang tidak kalah megahnya, Basilika Santa Klara dari Asisi, tempat orang kudus ini dimakamkan.

Memasuki basilika itu, tak henti-hentinya saya bertanya dalam hati, “Inikah Santa yang pernah mengusir ribuan serdadu yang datang menyerang dengan menunjukkan Sakramen Mahakudus kepada mereka?”

Kisahnya demikian. Tahun 1240, para serdadu Saracen menyerang Biara San Damiano di Asisi, tempat tinggal Santa Clara dan para pengikutnya. Dia terbaring sakit. Namun, karena tahu ada yang menyerang, dia bangkit, lalu masuk ke dalam kapela, dan berlutut di depan Sakramen Mahakudus. Dia memohon perlindungan Tuhan.

Tiba-tiba terdengar suara dari dalam Sakramen Mahakudus yang menjanjikan perlindungan. Dia mengangkat monstrans berisi Sakramen Mahakudus, lalu menunjukkannya kepada para serdadu. Begitu memandang Sakramen Mahakudus, mereka ketakutan, lalu balik berlari terbirit-birit.

Sebelum melihat kuburnya, di sebuah dinding terpampang lukisan yang mengisahkan peristiwa itu. Saya pernah membaca kisah ini dengan ketertegunan yang besar. Sekarang saya sendiri menjenguk dan berdoa di depan kubur orang kudus, pencinta Ekaristi yang istimewa ini.  Saya membakar lilin dan terdiam dengan hati bergetar, di sana. Sebuah kelimpahan batin yang hanya bisa saya syukuri.

Tujuan perziarahan berikutnya adalah Gereja Maria Maggiore Asisi. Di tempat ini jasad seorang Santo post modern yang istimewa disemayamkan. Jasadnya masih utuh. Namun, lapisan silikon dikenakan untuk melindungi wajahnya.

Berjalan perlahan melewati jasadnya yang utuh terasa sebuah kelimpahan yang tiada taranya. Saya ingat Seminari kita dimana ratusan anak-anak post modern belajar. Saya menyebut Seminari kita di depan jasadnya.

Hari kami berkunjung adalah hari Rabu, hari kerja, tapi jumlah anak-anak muda dan orang-orang dewasa yang datang berkunjung berlimpah ruah. Carlo Acutis menghisap perhatian anak muda dengan gaya hidup yang luar biasa, “The extraordinary in the ordinary,” tulis Francesco Occhetta dalam buku Carlo Acutis Blessed – Life Beyond the Border.

Carlo ahli programmer yang cemerlang. Dia sangat gemar video games. Periang dan suka bermain sepakbola. Namun, tidak pernah ada hari yang dia lewatkan tanpa Ekaristi, adorasi, dan berdoa Rosario.

Jasad Carlo Acutis

Dia katakan, “Ekaristi itu kendaraan sepeda motorku yang cepat menuju surga”. Ada ratusan mukjizat Ekaristi yang dia promosikan melalui website-nya. Dia ingin banyak orang menemukan kembali otentisitas dirinya melalui Ekaristi.

Dia katakan, “All people are born as originals but many dies as photocopies – semua orang lahir asli tapi banyak yang mati sebagai fotokopi”. Untuk dikagumi, untuk jadi tenar, untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan orang sering rela korbankan keasliannya. Tutup keaslian yang datang dari Tuhan, dan banyak bertopeng. Sandiwara, agar tampak bagus atau keren di mata manusia.

Akibatnya, orang kehilangan keindahan batin. Dia mengeluh, “Why do people worry so much about their physical beauty but don’t worry about the beauty of their souls – mengapa orang cemas sekali keindahan fisiknya tapi tidak peduli keindahan jiwanya”?

Banyak sekali mutiara yang terpancar dari santo yang meninggal di usia belia, 15 tahun ini. Dia menjadi model dan daya tarik banyak sekali anak-anak muda sekarang ini.

Salah satu mukjizat melalui perantaraan Carlo adalah sembuhnya seorang gadis Kosta Rika yang sedang studi di Roma. Dia mendapat kecelakaan dan kepalanya terluka berat. Dia tidak bisa bernapas, kecuali lewat alat bantu.

Ibunya terbang ke Italia. Tanggal 8 Juli 2022, dia ke Asisi dan berlutut sangat lama di depan jasad Carlo Acutis. Hari itu Valeria, anaknya, perlahan bisa bernapas tanpa alat bantu dan kemudian sembuh total.

Berada sejenak di depan jasadnya, itu keistimewaan tersendiri, kelimpahan yang tak terulang. Anak muda berumur 15 tahun itu pernah berkata, “What’s a point of winning a thousand battles if we can’t win the battles with ourselves? – Apa gunanya memenangkan seribu pertempuran jika kita tidak sanggup mengalahkan diri kita sendiri”?

Perjalanan selanjutnya adalah menuju Basilika St. Fransiskus Asisi. Santo ini sebuah gong tersendiri, yang bunyinya bergaung melintasi tempat dan zaman.

Hari hujan rintik-rintik, tapi ribuan orang berdesakan ke basilika ini. Rombongan demi rombongan. Orang tua, kaum muda, bahkan anak-anak.

Ada dua gereja utama. Kami mulai di gereja bawah, the lower church. Gereja bawah ini selesai didirikan tahun 1230. Pada 25 Mei 1230 itu kerangka Santo Fransiskus disemayamkan di gereja ini. Pada abad ke-19, kerangkanya dipindahkan ke ruang bawah tanah.

Kami masuk ke ruang bawah tanah. Di depan makam orang kudus, sahabat semua makhluk ini, kata-kata lenyap. Kami berlutut, kemudian duduk diam tanpa kata.

Saya teringat doanya yang sangat terkenal. TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai. Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih. Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan. Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan. Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran. Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian. Bila terjadi keputus-asaan, jadikanlah aku pembawa harapan. Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang. Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.

Ya Tuhan Allah, ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur; mengerti daripada dimengerti; mengasihi daripada dikasihi; sebab dengan memberi kita menerima; dengan mengampuni kita diampuni, dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal. Amin.

Dari ruang bawah tanah, kami mengayun langkah ke gereja atas, the upper church. Gereja ini didirikan tahun 1239 dan selesai seluruhnya tahun 1253. Di gereja atas inilah Paus Yohanes Paulus II menyelenggarakan doa bersama dengan mengundang 120 perwakilan agama-agama untuk acara World Day of Prayer and Peace, 27 Oktober 1986.

Ah, terlalu banyak hal yang bisa ditulis tentang orang kudus ini. Yang saya lakukan adalah mencecapi keberlimpahan yang saya alami.

Salah satu doa yang suka saya ulang-ulang setiap hari adalah I am grateful for the abundance that I have and the abundance that is on its way – Aku bersyukur atas keberlimpahan yang aku alami dan akan aku alami.

Kami pulang jam 3.30 sore. Macet selama dua jam. Saya manfaatkan momen itu untuk membaca sebuah buku mengenai Carlo Acutis. Tak terasa, sebelum tiba di Nemi, buku itu selesai dilalap.

Puji Tuhan. Hari yang amat indah.

  • Related Posts

    KEAJAIBAN PENGAMPUNAN

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (46) Rumah yang kami kunjungi, Minggu (18/5/2025), sangat sederhana. Itu rumah batu pemberian orang untuk pasangan Luigi dan Assunta Goretti, orang tua Santa Maria Goretti. Mereka…

    TRE FONTANE

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (45) Tre Fontane. Tiga Mata Air. Apa itu? Pada 26 Juni tahun 67 M, Santo Paulus dipenggal kepalanya. Begitu dipenggal, kepalanya terloncat dan jatuh ke tanah…