MENARA PISA

Laporan Perjalanan Rm. Nani (51)

“Kae, nanti hari Sabtu kita jalan-jalan ke Pisa e?” kata P. Kons Beo, SVD. Tawaran ini segera disambut. Kapan lagi bisa datang ke Pisa.

Saya tidak pernah membayangkan akan bepergian sejauh itu ketika tiba di Collegio San Pietro, Roma, Kamis (12/6/2025) setelah menyelesaikan seluruh kegiatan Program Tersiat Nemi angkatan 91.

Hari Kamis itu, kami meninggalkan Nemi, setelah lebih dari 3 bulan berada di sana. Bus mengantar kami menuju Generalat SVD di Roma. “Saya sudah ada di Generalat ini,” kata Kons. Kami terlambat masuk ke Generalat karena sopir bus keliru. Dia pikir kami harus diantar ke Bandara Fiumicino. Setelah hampir tiba di bandara baru dia sadar bahwa kami seharusnya diturunkan di generalat.

Dari generalat SVD, Kons dan saya berkereta menuju suatu tempat tertentu, lalu mengambil taksi ke Collegio San Pietro.

Collegio San Pietro adalah lembaga yang didirikan Propaganda Fide sejak 1946. Lembaga ini adalah  tempat para imam diosesan dari berbagai negara menjalankan studi di Roma pada berbagai universitas sesuai pilihan bidang studi masing-masing.

Collegio ini dipercayakan penanganannya kepada SVD oleh Propaganda Fide.

Kons Beo SVD sejak 6 tahun terakhir menjadi Direktur Rohani para imam di lembaga ini. Setelah memberikan saya kunci kamar, Kons menawarkan untuk menemani saya bepergian ke Kota Pisa. “Kita nanti pakai kereta. Saya akan ajak satu dua imam dari Indonesia.”

Maka jadilah. Sabtu (14/6/2025) P. Kons, Rm. Roy Lise dari Ende, dan saya menuju Pisa dengan menggunakan kereta.

Perjalanan ditempuh kurang lebih 2.5 jam. Mula-mula kereta lengang. Pada beberapa terminal, jumlah penumpang makin bertambah.

Orang Italia suka bercerita kalau lagi berkumpul bersama. Mereka bernyanyi, tertawa, saling mengejek, berbagi cerita lucu. Itulah yang dialami selama perjalanan ke Pisa.

Begitu turun di terminal kereta di Kota Pisa, kami dijemput dua suster dari Ordo Servorum Mariae (OSM) dari Pulau Timor, Indonesia. Kami diantar ke rumah biara yang tidak jauh dari terminal kereta. Menggembirakan sekali bertemu putri-putri Indonesia di Kota Pisa ini.

Pisa adalah salah satu kota tua di Italia Tengah, di wilayah Toscana atau Tuscany. Dibangun di sebelah kanan sungai Arno, Pisa berjarak kurang lebih 10 km dari laut Ligura dan 80 km sebelah barat Kota Florence.

Pisa terkenal karena menaranya yang miring. Itulah alasan kami ke Kota Pisa, melihat menara miring Pisa itu.

Jaraknya tidak terlalu jauh dari biara OSM. Dengan berjalan kaki 20-an menit, kita sudah sampai di lokasi menara. Kami tiba kurang lebih pukul 11.00.

Manusia berjubel, dari berbagai suku bangsa dan warna kulit berbaris dalam antrean di tempat penjualan tiket, di seputaran menara, di katedral, atau gedung tempat permandian yang berhadapan dengan katedral. Ketiganya adalah gedung-gedung utama di dalam kompleks tersebut.

Menara Pisa didirikan tahun 1173 sebagai bangunan ketiga dari seluruh kompleks Katedral Pisa. Gedung ini dimaksudkan sebagai menara lonceng. Rencananya dibangun dalam 8 lantai.

Namun, setelah lantai ke-3 selesai, bangunan miring. Ternyata kondisi tanah di dasar bangunan itu lembek. Bangunan terus dilanjutkan. Para pembangun berusaha mencari cara mengatasi kemiringan tapi tidak berhasil. Sampai ujung teratas, jarak kemiringan lebar sekali, lebih dari 4 meter.

Konon tanah di dasar bangunan sering bergerak. Karena itu dalam sejarah, kemiringan menara itu terjadi pada semua arah. Sungguh aneh tapi nyata.

Kemiringan dianggap ‘kecelakaan’ yang tidak diperhitungkan. Bahkan nyaris membuatnya roboh. Karena itu, menara ini pernah cukup lama ditutup untuk kayalak umum. Namun kemudian dibuka kembali.

 Menariknya, ‘kecelakaan’ itu menjadi keunikan tersendiri, yang membuat menara Pisa indah dan menyedot wisatawan dari berbagai negara. Setiap tahun lebih dari lima juta wisatawan mengunjungi Menara Pisa.

“Sometimes, it is the imperfections that make something really stand out – kadang-kadang justru ketidaksempurnaanlah yang membuat sesuatu jadi istimewa”. Menara Pisa seakan meneriakkan kepada kita keberanian untuk menjadi tidak sempurna, keberanian untuk berbuat salah dan gagal, lalu bangkit lagi.

Dia bahkan menjadi ikon unik untuk Kota Pisa khususnya, dan Italia pada umumnya. Orang mengagumi kemiringan menara sebagai keindahan tersendiri. Dia berdiri anggun, menjulang setinggi 57 meter dalam keheningannya dengan 294 anak tangga dari dasar sampai ke puncak.

Para insinyur bekerja keras agar kemiringan itu tetap dipertahankan, dan stabilitas menara terjaga. Dan itu berhasil. Menara Pisa tetap berdiri dalam kemiringan kendati ada gempa bumi berkali-kali. Bertahan selama berabad-abad.

Karena itu, orang melihat Menara Pisa sebagai bukti kualitas manusia. Bukti daya tahan untuk menghadapi tantangan. Daya tahan itu sekian besar sehingga manusia tidak menyerah walaupun kalau dia melakukan itu, orang akan membenarkannya karena ada alasan yang masuk akal.

Menara Pisa juga bukti kreativitas manusia untuk selalu mencari jalan agar yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Kecuali itu, Menara Pisa pertama-tama dibangun sebagai menara lonceng. Ada 7 buah lonceng yang digantung di puncak Menara Pisa. Jadi, sama seperti bangunan-bangunan gereja yang menungkapkan iman dalam bentuk arsitektur, Menara Pisa juga merupakan ungkapan iman manusia akan keagungan Tuhan.

Karena itu, kita boleh melihat gambar terindah dari Menara Pisa, atau menonton video sepuasnya, tapi hal itu tidak sama dengan melihatnya secara langsung di kompleks Piazza dei Miracoli – Alun-Alun Keajaiban, demikian nama kompleks di seputar Menara Pisa.

Roy dan saya berbaris dalam antrean untuk membeli tiket. Pada loket penjualan, kami baru tahu bahwa kami bisa membeli tiket, tapi hanya boleh masuk jam 1.00 siang. Kami tidak punya cukup waktu untuk menjelajahinya karena kami harus memperhitungkan jam kereta pulang ke Roma. Sayang sekali. Namun, menikmati pemandangan dari luar mengenai Menara Pisa, itu sudah cukup.

Kami memutuskan masuk ke dalam dua bangunan tersisa, yakni gedung tempat permandian, dan gereja katedral itu sendiri. Dan, asalkan membawa celebret, para imam diizinkan masuk bebas tanpa perlu membeli tiket.

Kami makan siang di biara OSM. Setelah melayani pengakuan untuk beberapa suster dari Indonesia, kami kembali ke Roma.

Terima kasih Tuhan, untuk pengalaman keberlimpahan di Kota Pisa, Italia.

  • Related Posts

    “TIDAK! TIDAK!” (2)

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (53) Dalam penerbangan dari EuroAirport Basel, Swiss, ke Roma, Selasa (24/6/2025) saya membaca buku Paulo Coelho berjudul Like the Flowing River. Ada cerita menarik tentang pensil,…

    “TIDAK! TIDAK!” (1)

    Laporan Perjalanan Rm. Nani (52) Kata ini selalu diucapkan oleh keluarga-keluarga yang kami kunjungi di Eiken, Swiss, atau di paroki-paroki sekitarnya. Setelah misa sore di sebuah gereja pada Kamis (19/6/2025),…